Loh, Kok Makan Marus (Saren)? - Rumaysho TV
Manusia pastilah membutuhkan makanan sebagai sumber energi. Makanan yang biasa dikonsumsi sehari-hari ini bisa berasal dari tumbuhan atau hewan. Biasanya makanan yang berasal dari hewan ini merupakan bagian tubuh yang bisa diolah sebagai sumber energi seperti daging atau bagian jeroan.
Namun, apa jadinya jika makanan yang dijadikan sebagai sumber energ berasal dari darah hewan?
Makanan tersebut di kenal dengan istilah dideh, saren, atau marus. Saren adalah darah binatang sembelihan yang mengental lalu dimasak atau digoreng. Bentuk dan warnanya mirip dengan hati sapi, hitam kemerahan. Teksturnya juga hampir sama, hanya saja hati berserat dan lebih kaku, sedangkan saren lembut seperti tahu dan berongga. Saren dapat dicampur dalam berbagai masakan, biasanya di masyarakat jawa dicampur dengan sate, masakan bersantan, maupun oseng.
Selain karena rasa, sebagian orang gemar mengonsumsi saren karena manganggap menu satu ini sarat akan gizi. Diyakini, saren mengandung protein tinggi.
Benarkah anggapan ini? Menurut penelitian, darah memang mengandung protein dalam kadar yang tinggi. Untuk 100g darah sapi, kadar proteinnya mencapai 21,9g. Urutan kedua ditempati fosfor yang mencapai 24mg. Namun, bukan berarti setiap yang mengandung gizi layak dimakan. Unsur yang terkandung dalam darah bukan hanya gizi, tapi juga racun, bakteri, dan kotoran hasil metabolisme. Jadi, darah tak layak dijadikan bahan pangan. Mengonsumsi darah berarti pula mengonsumsi berbagai racun yang ada dalam darah.
Lalu bagaimana menurut Islam memakan olahan makanan yang satu ini?
Simak baik-baik video Jagongan dan pembahasan dari Ustadz @mabduhtuasikal kali ini.
Semoga bermanfaat.
-
Yuk ikut beramal jariah bangun masjid, dakwah, dan kegiatan sosial lainnya lewat @rumayshopeduli
Narahubung: 0811267791